Selasa, 28 April 2020

Jenis Jenis Teater Tradisional Nusantara

Wawan Setiawan Tirta
Teater tradisional merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang dilakukan secara turun temurun. Pada pertunjukan teater tradisional jarang menggunakan naskah secara tertulis. Pada pemain telah hapal dengan dialog yang akan dilakukan di atas panggung. Mereka melakukan lokan pertunjukan dari tahun ke tahun sebagai bagian dari kehidupan. Salah satu ciri dari teater tradisional ialah proses kreatifnya didukung oleh system kebersamaan, tidak ada penonjolan individu sebagai pencipta “karya”, yang lahir dan muncul ialah bahwa karya tersebut dilakukan bersama, semua dikerjakan bersama.

Teater tradisonal Indonesia pada umumnya tidak menggunakan naskah cerita, naskah yang ada hanya garis besar cerita. Kelebihan teater tradisional adalah memberikan keleluasaan bagi pemain untuk mengembangkan permainan sebebasnya sesuai dengan kemampuan improvisasinya, dan menuntut pemain untuk hapal cerita di luar kepala. Sedangkan kelemahannya adalah cerita tidak terkontrol baik waktu maupun batasan dialog tiap peran. Tanpa adanya naskah, karya seni yang merupakan ekspresi dan ide seniman tidak dapat terdokumentasikan.

A. Bentuk-Bentuk Teater Tradisonal Indonesia
1. Wayang Orang
Wayang orang atau wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731. Wayang orang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah.

Wayang orang merupakan bentuk kesenian tradisional yang multimedia karena berbagai media seni menjadi bagian dari pertunjukan wayang Orang. Contohnya seni sastra (naskah/cerita), musik (gamelan/tembang), drama (akting dan dialog), tari (gerakan/ tarian), serta rupa (property/busana/rias). Gamelan untuk pertunjukan ditabuh oleh nayaga dan tembang dinyanyikan oleh sinden.

Cerita yang dimainkan didasarkan pada kisah Mahabrata dan Ramayana yang mengandung pesan moral, dan sudah menyatu dalam jiwa masyarakat setempat. Tata panggungnya yang unik dan eksotis membuat penonton serasa terbawa kembali ke zaman dahulu. Para pemain memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.

2. Ketoprak
Ketoprak adalah teater rakyat yang berkembang di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta dan sekitarnya. Bentuk pertunjukan Ketoprak mirip dengan wayang orang. Keunikannya juga terletak pada penggunaan layar belakang dengan berbagai gambar sebagai setting, juga penggunaan properti seperti kelengkapan rumah seperti kursi, meja dan perabotan biasa hadir di pentas. Lakon yang dibawakan merupakan cerita rakyat, cerita keseharian dan kisah kepahlawanan. Unsur dagelan atau humor masih ada, namun gerakan/ tariannya lebih sederhana dan waktu petunjukannya lebih singkat.
Teater tradisional merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang dilakukan secara turu Jenis Jenis Teater Tradisional Nusantara
Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang. Beberapa contoh lakon dalam ketoprak antara lain : Ki Ageng Mangir, Ande - Ande Lumut, Aryo Penangsang, Joko Tarup, Joko Tingkir, Cindelaras Adu, Joko Kendil, Lesmono Gandrung, dan Siti Jenar Tanding.

3. Ludruk
Ludruk merupakan teater rakyat yang berkembang di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Pertunjukan ludruk hampir sama dengan teater ketoprak dari Jawa Tengah, tetapi yang menjadi keunikan teater Ludruk tradisional yang asli adalah semua pemainnya pria, artinya peran wanita pun dimainkan oleh pria. Ludruk diawali dengan tarian yang ditarikan sambil bernyanyi dan disebut tari Ngremo. Kemudian dilanjutkan dengan cerita yang diselingi dagelan.

Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan berbagai kalangan.

4. Lenong Betawi
Lenong adalah bentuk teater rakyat yang paling populer diwilayah Betawi. Teater ini sudah menggunakan unsur panggung, dekor dan properti yaitu berupa satu meja dan dua kursi. Lama pertunjukan dapat dilaksanakan sekitar 3 jam.

Berdasarkan isi ceritanya Lenong dapat digolongkan menjadi Lenong Dines dan Lenong Preman.
  • Lenong Dines yaitu lenong yang mempergunakan dialog dalam bahasa melayu Tinggi dan cerita yang dibawakan adalah cerita-cerita hikayat lama, latar belakang cerita berlangsung di istana - istana dengan tokoh- tokoh seperti Raja, Pangeran, Puteri Jin-jin dan lain-lain.
  • Lenong Preman yaitu lenong yang mempergunakan dialog bahasa betawi sehari-hari juga cerita yang akrab dengan masalah kehidupan rakyat seperti kehidupan dilingkungan masyarakat kampung, rumah tangga, dll. Unsur humor dan lawakan sangat dominan.

Struktur Pertunjukan Lenong
  • Pembukaan. Suatu pertunjukan lenong betawi dibuka dengan lagulagu instrumentalia. irama gambang kromong pada pembukaan berfungsi sebagi pemberitahuan bahwa ditempat tersebut ada pertunjakan lenong.
  • Hiburan. Hiburan, setelah instrumentalia dirasa cukup maka pertunjukan dilanjukan dengan hiburan yang diisi dengan pembukaan dan cerita, merupakan pertunjukan nyanyi. Penyanyi membawakan lagu-lagu pop betawi dan dangdut. Pada saat ini penyanyi meminta saweran dari penonton.
  • Lakon dan cerita.. Setelah selesai acara hiburan barulah meningkat pada cerita. Cerita yang dipentaskan ditentukan oleh sutradara sekaligus biasanya merangkap pimpinan rombongan. Pementasan dibagi dalam beberapa babak, menurut istilah setempat dinamakan drip.
Kesenian tradisional Lenong diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.

5. Teater Dul Muluk
Teater Dul Muluk adalah teater tradisional yang berkembang di daerah Sumatra selatan dan sekitarnya. Bentuk dan ciri pementasan Dul Muluk selalu diiringi dengan musik yang khas seperti; Biola, gendang melayu, terompet dll. Permainan akting dilakukan dengan improvisasi. Materi pokok cerita diambil dari hikayat Abdul Muluk. Musik, tari dan lawakan merupakan bagian yang menyatu dalam pertunjukan. Bahasa yang di gunakan adalah Bahasa Melayu. Seluruh pemain laki-laki, peran wanita pun dimainkan laki-laki.

Teater Abdul Muluk pertama kali terinspirasi dari seorang pedagang keturunan arab yang bernama Wan Bakar. Dia datang ke Palembang pada abad ke-20 lalu menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di negeri Berbari. Sejak itu Wan Bakar sering diundang untuk membacakan kisah-kisah tentang Abdul Muluk pada berbagai perhelatan, seperti acara perkawinan, khitanan atau syukuran saat pertama mencukur rambut bayi.

Bersama murid-muridnya, antara lain Kamaludin dan Pasirah Nuhasan, Wan Bakar lalu memasukkan unsur musik gambus dan terbangan (sejenis musik rebana) sebagai pengiring. Bentuk pertunjukan pun diperkaya.

6. Randai
Randai adalah salah satu teater tradisional yang berkembang di daerah Sumatra Barat. Bentuk pertunjukan Randai, merupakan perpaduan gerakan Tarian pola silat minangkabau dan cerita yang bersumber dari tradisi Bakaba. Lagu gurindam dan penyampaian liris kaba diiringi alat musik rabab, saluang dan kecapi khas Sumatra Barat.

Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela. Randai dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat yang biasanya diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.

7. Mamanda
Teater Tradisional Mamanda berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun masyarakat Banjar sudah mengenal wayang,  topeng, joget, Hadrah, Rudat, Japin, tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Pada perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal dari kata “mama” berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti “yang terhormat”. Mamanda berarti “Paman yang terhormat”.

Struktur dan perwatakan pada tontonan Mamanda sampai sekarang tidak berubah. Yang berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi artistiknya. Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).

Tokoh-tokoh di atas wajib ada dalam setiap pementasan. Agar tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering pula ditambah dengan tokoh-tokoh lain seperti Raja dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh tambahan lain guna memperkaya cerita. Dialog Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur cerita Mamanda masih tetap dikedepankan. Disini Mamanda dapat dimainkan dengan naskah yang utuh atau inti ceritanya saja.

8. Mak Yong
Teater tradisional makyong berasal dari pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya tontonan makyong berupa tarian dan nyanyian, tapi pada perkembangannya kemudian dimainkan cerita-cerita rakyat, legenda-legenda dan cerita-cerita kerajaan. Mak Yong juga digemari oleh para bangsawan dan para sultan, sehingga sering dipertontonkan di istana-istana.

Pertunjukan Mak Yong dibawakan kelompok penari dan pemusik profesional yang menggabungkan berbagai unsur upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental, dan naskah yang sederhana. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik seperti rebab, gendang, dan tetawak.

Tontonan Mak Yong diawali dengan upacara yang dipimpin oleh seorang panjak (pawang) agar semua yang terlibat dalam persembahan diberi keselamatan. Unsur humor, tari, nyanyi dan musik mendominasi tontonan. Tidak seperti tontonan teater tradisional yang lain, dimana umumnya dimainkan oleh laki-laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru perempuan. Kalau pemain laki-laki muncul, mereka selalu memakai topeng, sementara pemain wanita tidak memakai topeng. Cerita lakon yang dimainkan berasal dari sastra lisan berupa dongeng dan legenda yang sudah dikenal oleh masyarakat.

9. Kondobuleng
Kondobuleng merupakan teater tradisional yang berasal dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal dari kata kondo (bangau) dan buleng (putih). Kondobuleng berarti bangau putih. Tontonan Kondobuleng ini mempunyai makna simbolis. Sebagaimana teater tradisional umumnya, tontonan Kondobuleng juga dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik, tentang manusia dan burung bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, banyolan yang dipadukan dengan gerak stilisasi.

Pada awalnya ujuan memainkan Kondobuleng adalah untuk mengajak masyarakat untuk melakukan perlawanan kepada Belanda (penjajah) tanpa harus dicurigai oleh pemerintah yang berkuasa ketika itu. Maka di ciptakanlah simbol-sibol dalam pertunjukan antara lain adalah kondobuleng (bangau putih) dan juga tokoh Tuang (orang Belanda). Kesenian ini dipentaskan di istana raja dan di kampung-kampung. Rombongan kesenian kondobuleng keluar masuk kampung memenuhi permintaan masyarakat yang melakukan hajatan tanpa mendapat hambatan dari pemerintahan kolonial. Karena rombongan kesenian ini telah mendapat kartu/surat izin.

Bagian unik dari tontonan ini adalah tidak adanya batas antara karakter dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku, tapi pada adegan yang sama mereka adalah perahu yang sedang mengarungi samudera. Tapi pada saat itu pula mereka adalah juga penumpangnya.

10. Arja
Arja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Di antara yang banyak itu, salah satunya adalah Arja. Arja juga merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan. Penekanan pada nontonan Arja adalah tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak pemain wanita, karena penekanannya pada tari.

Nama Arja diduga berasal dari kata Reja (bahasa Sanskerta) yang berarti "keindahan". Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut "Gaguntangan" yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari. Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820-an, pada masa pemerintahan Raja Klungkung, I Dewa Agung Sakti. Menjelang berakhirnya abad 20 lahirlah Arja Muani, dimana semua pemainnya pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat, terutama karena menghadirkan komedi segar.

Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh, yaitu; yang bertolak dari cerita Gambuh. Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari Ramayana dan Mahabharata. Tokoh- tokoh yang muncul dalam Arja adalah Melung (Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja Putri, Limbur atau Prameswari, mantri dan lain sebagainya.