Senin, 13 April 2020

Pengertian Ciri dan Sumber Nilai Sosial

Wawan Setiawan Tirta
Dalam kehidupan kita terdapat sesuatu yang dianggap berharga dan ingin diraih oleh setiap manusia yaitu nilai. Nilai dalam sosiologi bukanlah onggokan angka yang tertera di buku rapor. Konsep nilai mempunyai arti yang penting bagi masyarakat. Nilai dapat dipahami dalam dua pengertian: nilai sebagai kata benda (noun) dan nilai sebagai kata kerja (verb).

Untuk memahami pengertian nilai sebagai kata benda, cobalah kalian bandingkan antara mobil dengan motor. Masyarakat menganggap mobil lebih berharga dari motor. Ini berarti nilai sebuah mobil lebih tinggi daripada nilai sebuah motor. Nilai yang melekat pada sebuah benda menunjukkan kualitas (kebaikan dan keberhargaan) yang dikandung oleh benda tersebut.

Sedangkan nilai sebagai kata kerja (verb) dapat kalian pahami dengan memerhatikan ketika berangkat sekolah kalian melihat seorang anak SD terserempet motor. Ada dua pilihan pada saat itu, yaitu menolong anak SD atau bergegas menuju sekolah. Pilihan yang diambil mencerminkan keyakinanmu tentang sesuatu yang baik atau buruk, benar atau salah. Jadi, nilai mengandung standar normatif bagi individu dalam kehidupan sosialnya.

1. Pengertian Nilai Sosial
Koentjaraningrat (1981) mengartikan nilai sosial sebagai konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting
dalam hidup. Sementara itu, Charles F. Andrian (1992) mendefinisikan nilai sosial sebagai konsep-konsep umum mengenai sesuatu yang ingin dicapai, serta memberikan petunjuk mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil.

Menurut C. Kluckhohn seperti dikutip oleh M. Munandar Soelaeman (1987), semua nilai pada dasarnya mengenai lima masalah pokok, yaitu:
  1. Nilai mengenai hakikat hidup manusia. Hakikat hidup menurut setiap kebudayaan dapat berbeda-beda. Karena itu ada yang berusaha memadamkan hidup. Sedangkan ada kebudayaan lain yang menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik. Mereka berusaha mengisi hidupnya.
  2. Nilai mengenai hakikat karya amanusia.. Ada kebudayaan yang meyakini bahwa manusia berkarya sebagai tujuan hidupnya. Ada pula kebudayaan yang menilai karya dapat memberikan kedudukan atau kehormatan.
  3. Nilai mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu. Ada kebudayaan yang mementingkan orientasi masa lampau, ada pula kebudayaan yang berorientasi pada masa kini atau masa yang akan datang.
  4. Nilai mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar. Sebagian kebudayaan menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin. Menurut kebudayaan yang lain, manusia harus bersikap harmonis dengan alam. Namun, ada juga kebudayaan yang memaksa manusia untuk menyerah kepada alam.
  5. Nilai mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia dengan manusia lain yang sejajar. Ada pula yang mementingkan hubungan dengan para pemimpin masyarakat.
2. Jenis-jenis Nilai Sosial
Menurut Notonagoro seperti dikutip oleh Koentjaraningrat (1975) membagi nilai menjadi tiga sebagai berikut.
  1. Nilai material, meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
  2. Nilai vital, meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas.
  3. Nilai kerohanian, meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia seperti: 1) nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta); 2) nilai keindahan, yakni yang bersumber pada perasaan (estetika); 3) nilai moral, yakni bersumber pada unsur kehendak (karsa); dan 4) nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada wahyu dari Tuhan.

Berdasarkan fungsinya, nilai dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu nilai integratif dan disintegratif.

  1. Nilai integratif . Nilai integratif adalah nilai-nilai di mana akan memberikan tuntutan atau mengarahkan seseorang atau kelompok dalam usaha untuk mencapai cita-cita bersama. Sifat nilai integratif dalam universal, misalnya sopan santun, tenggang rasa, kepedulian, dan lain-lain.
  2. Nilai disintegratif . Nilai disintegratif adalah nilai-nilai sosial yang berlaku hanya untuk sekelompok orang di wilayah tertentu. Jadi, sifat nilai disintegratif adalah lokal dan sangat etnosentris. Contoh: dalam hal memberi sesuatu kepada seseorang. Orang Prancis menerima atau memberi dengan tangan kiri adalah sesuatu yang wajar, namun bagi orang Indonesia memberi dengan tangan kiri diartikan sebagai penghinaan.


3. Tolok Ukur Nilai Sosial
Setiap masyarakat mempunyai nilai yang berbeda - beda. Hal ini disebabkan setiap masyarakat mempunyai tolak ukur nilai yang berbeda - beda pula. Selain itu, perbedaan cara pandang masyarakat terhadap nilai mendorong munculnya perbedaan nilai. Misalnya, suatu masyarakat menjunjung tinggi anggapan tentang waktu adalah uang dan kerja keras. Sedang di masyarakat lain menganggap kedua hal tersebut tidak penting atau dianggap sebagai gejala materialisme.

Suatu nilai dapat tetap dipertahankan apabila nilai tersebut mempunyai daya guna fungsional, artinya mempunyai kebermanfaatan bagi kehidupan masyarakat itu sendiri, seperti pada contoh di atas. Dengan kata lain, tolok ukur nilai sosial ditentukan dari kegunaan nilai tersebut. Jika berguna dipertahankan, jika tidak akan terbuang seiring dengan berjalannya waktu.

Sebagai contoh, saat ini perempuan bekerja di luar rumah sudah tidak dianggap sebagai sesuatu yang jelek dan menyalahi kodrat. Salah satu alasannya karena desakan ekonomi keluarga sehingga banyak perempuan bekerja di luar rumah. Pandangan masyarakat mulai berubah, nilai sosial pun berubah. Dalam hal ini, perempuan yang hanya berperan di rumah dipandang sudah tidak lagi fungsional.

4. Ciri-Ciri Nilai Sosial
Ciri-ciri nilai sosial sebagai berikut.
  1. Merupakan hasil interaksi sosial antaranggota masyarakat.
  2. Bisa dipertukarkan kepada individu atau kelompok lain.
  3. Terbentuk melalui proses belajar.
  4. Bervariasi antarmasyarakat yang berbeda.
  5. Bisa berbeda pengaruhnya terhadap setiap individu dalam masyarakat.
  6. Bisa berpengaruh positif atau negatif terhadap pengembangan pribadi seseorang.
  7. Berisi anggapan-anggapan dari berbagai objek di dalam masyarakat

5. Sumber Nilai Sosial
Dalam kajian sosiologi, nilai sosial yang diyakini individu dapat bersumber dari Tuhan, masyarakat, dan individu. Untuk memahaminya lebih jauh, simaklah paparan berikut.
  1. Tuhan. Sebagian besar nilai sosial yang dimiliki masyarakat bersumber dari Tuhan. Nilai sosial ini disampaikan melalui ajaran-ajaran agama. Nilai-nilai sosial dari Tuhan memberikan pedoman cara bersikap dan bertindak bagi manusia. Contohnya, nilai tentang hidup sederhana, kejujuran, berbuat baik kepada sesama makhluk, dan keberanian membela kebenaran. Para ahli menyebut nilai yang bersumber dari Tuhan sebagai nilai Theonom.
  2. Masyarakat. Nilai sosial yang berasal dari hasil kesepakatan banyak orang ini disebut nilai heteronom. Contohnya, Pancasila berisi ajaran nilai yang harus dipedomani oleh seluruh warga negara dan para penyelenggara negara di Indonesia. Pancasila merupakan rumusan hasil kesepakatan para pendiri negara.
  3. Individu. Perumusan nilai oleh individu tersebut biasanya dilakukan oleh individu yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan warga masyarakat yang lain. Nilai sosial yang berasal dari individu disebut nilai otonom. Contoh nilai otonom adalah konsep trias politica yang dirumuskan oleh J.J. Rousseau.  Sekarang, konsep trias politica menjadi bagian penting dari demokrasi yang diterapkan di sebagian besar negara di dunia.

6. Peran Nilai Sosial
Di dalam masyarakat yang terus berkembang nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal akan memengaruhi kebiasaan - kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.  Ada beberapa peran nilai sosial dalam kehiduan sehari-hari.
Dalam kehidupan kita terdapat sesuatu yang dianggap berharga dan ingin diraih oleh setiap  Pengertian Ciri dan Sumber Nilai Sosial
  1. Nilai sosial menjadi petunjuk arah bersikap dan bertindak. Misalnya pada tindakan siswa yang urung menyontek karena memegang teguh nilai kejujuran. Dia meyakini kejujuran mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia sehingga bertekad untuk berlaku jujur dalam hidupnya.
  2. Pemandu serta pengontrol sikap dan tindakan manusia. Individu akan membandingkan sikap dan tindakannya dengan nilai tersebut. Dari sini individu dapat menentukan bahwa tindakannya itu benar atau salah.
  3. Memotivasi manusia. Misalnya pada kehidupan guru di lingkungan masyarakat. Sebagian besar guru menempatkan diri sebagai pribadi yang mesti memberikan teladan bagi orangorang di sekitarnya. Karena pemahaman tersebut, sang guru berusaha menjaga tindakan-tindakan agar sesuai dengan harapan masyarakat.