Selasa, 28 April 2020

Upacara Turun Tanah dan Tradisi Ngayah

Wawan Setiawan Tirta
Bangsa kita memiliki banyak adat dan kebudayaan yang tersebar di seantero nusantara, juga mempunyai beragam upacara tradisional yang menarik. Upacara adat adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Hingga saat ini, banyak dari upacara tradisional tersebut masih dilaksanakan di daerah asalnya masing-masing. Beberapa jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku.

Upacara adat merupakan suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.

Upacara adat pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain.

1. Upacara Turun Tanah
Tedak siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah. ‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar bayi tumbuh menjadi anak yang mandiri.

Tradisi ini dijalankan saat bayi berusia tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran Jawa. Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan dalam pasaran Jawa berjumlah 36 hari. Jadi bulan ketujuh kalender Jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender Masehi.

Adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat si bayi mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah, dalam istilah Jawa disebut tedak siten. Selain itu juga diiringi oleh doa-doa dari orang tua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak si anak bisa sukses dalam menjalani kehidupannya.

Buatlah 10 kalimat yang menggambarkan informasi dari tradisi turun tanah berdasarkan teks tadi.
  1. Upacara tedhak siten atau turun tanah merupakan budaya warisan masyarakat Jawa.
  2. Upacara tedhak siten merupakan upacara untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan.
  3. Kata tedhak berarti turun siten/siti berarti tanah.
  4. Upacara tedhak siten sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar bayi tumbuh menjadi anak yang mandiri.
  5. Tradisi tedhak siten dilaksankan saat bayi berusia tujuh bulan (Jawa).
  6. Hitungan pasaran Jawa berjumlah 36 hari.
  7. Bulan ketujuh kalender Jawa setara dengan 8 bulan kalender Masehi.
  8. Upacara tedhak siten sebagai penghormatan kepada bumi sebagai tempat si bayi mulai belajar menginjakan kakinya.
  9. Upacara tedhak siten merupakan upacara dimana seorang anak untuk pertama kali kakinya menginjak tanah.
  10. Upacara tedhak siten juga merupakan doa orang tua agar kelak si anak sukses dalam kehidupannya.

2. Adat Ngayah di Bali
Bali tidak hanya dikenal sebagai daerah dengan pesona alam yang luar biasa. Bali juga dikenal sebagai daerah dengan kekayaan seni, budaya, dan sistem kemasyarakatan yang tetap bertahan di masa modern ini. Salah satu kekayaan budaya bali adalah adat Ngayah.
Bangsa kita memiliki banyak adat dan kebudayaan yang tersebar di seantero nusantara Upacara Turun Tanah dan Tradisi Ngayah
Dalam tradisi menyumbang, masyarakat Bali memiliki metode menyumbang sangat khas. Menyumbang dalam masyarakat Bali tidak hanya sebagai bentuk perintah agama, tetapi juga bentuk perilaku budaya mereka. Salah satu metode menyumbang paling dikenal ialah ngayah. Ngayah berarti pekerjaan sukarela untuk kebaikan bersama. Namun, ngayah tidak semata-mata tolong-menolong dan berbuat untuk kebaikan bersama, tetapi merupakan perintah agama, kerukunan sosial dan budaya dalam masyarakat Bali. Dalam praktiknya, ngayah ditujukan untuk berbagi, tolong-menolong, bersolidaritas, dan bersosialisasi antarmasyarakat.

Bagaimana tradisi ngayah mengajarkan hubungan dengan Tuhan?
Tradisi Ngayah mengajarkan hubungan dengan Tuhan karena Ngayah merupakan perintah agama. Ngayah adalah sebuah kebiasaan yang menjadi tradisi bagi umat hindu, mengerjakan apa saja berdasarkan kemampuan tanpa mengharapakan imbalan.
Bagaimana tradisi ngayah mengajarkan hubungan dengan budaya?
Tradisi Ngayah dalam masyarakat Bali merupakan bentuk perilaku budaya mereka. Aktivitas ngayah yang masih  melekat dalam sikap bathin dan budaya manusia Hindu pada hakekatnya berpegang pada suatu rumusan filosofis “kerja sebagai ibadah” dan “ibadah dalam kerja”. 
Bagaimana tradisi ngayah mengajarkan hubungan antarmanusia?
Tradisi Ngayah mengajarkan hubungan dengan manusia karena Ngayah merupakan kegiatan tolong menolong untuk kebaikan bersama. Tradisi Ngayah merupakan dewajiban berupa dedikasi, loyalitas berkaitan dengan raja-raja yang memerintah pada masa itu (pengayah puri). Karena sebagian tanah-tanah ayahan itu adalah pemberian dari raja yang diperoleh (sebagai rampasan perang) atas penaklukan kerajaan/ daerah lain.
Berikan contoh nyata dari bentuk hubungan antarmanusia, yang kalian temukan di kehidupan sehari-hari!
Manusia selain sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri namun manusia juga sebagai makhluk sosial. Terjadilah hubungan satu sama lain yang didasari adanya kepentingan, dimana kepentingan tersebut satu sama lain saling berhadapan atau berlawanan. Manusia saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya, dengan tolong menolong kita akan dapat membina hubungan baik dengan sesama manusia.